Uji stres
atau uji toleransi latihan fisik merupakan metode noninvasif untuk menilai
keberadaan dan tingkat keparahan penyakit arteri koroner. Dimana uji stres atau
uji toleransi ini merupakan salah satu prosedur skrining terbaik yang ada,
walaupun pemeriksaan ini tetap ada kekurangannya yakni sering memberikan hasil
positif palsu dan negatif palsu.
Uji stres
ini biasanya dilakukan dengan cara meminta pasien berjalan di atas treadmill;
sepeda stasioner juga efektif digunakan. Di badan pasien akan dipasangi
elektrode yang terpasang dengan monitor
EKG. Disana akan terekam irama jantung terus menerus selama tes berlangsung.
Biasanya
uji stres ini diberikan kecepatan dan sudut kemiringan treadmil yang terus
bertambah sampai pasien: 1. Tidak dapat melanjutkan uji toleransi latihan fisik
ini, 2. Tercapainya frekwensi jantung maksimal pasien, 3. Ditemukan perubahan
signifikan pada EKG yang memaksa pemeriksa menghentikan uji stres pada pasien.
Sebenarnya
pemeriksaan uji stres ini untuk membuktikan
keberadaan dan tingkat keparahan penyakit arteri koroner. Diharapkan
dengan peningkatan tahap latihan fisik akan dapat terlihat keberadaan penyakit
ini. Yang mana akan jarang terlihat ketika pasien dalam keadaan istirahat
maupun tenang.
Dimana
uji latihan fisik atau uji stres ini dapat meningkatkan frekuensi jantung dan
tekanan darah sistolik pasien secara aman dan bertahap. Sehingga parameter yang
baik bagi komsumsi oksigen di miokardium.
Pada
uji penyakit arteri koroner yang hasilnya positif, EKG (rekam jantung) akan
menyingkap adanya depresi segmen ST (Tanda adanya kelainan pada jantung).
Perubahan gelombang T sangat tidak spesifik dalam keadaan ini.
Dimana
semakin cepat depresi segmen ST muncul dalam uji ini, terutama jika perubahan
tersebut menetap selama beberapa menit sampai pada periode pemulihan, semakin
besar kemungkinan adanya penyakit arteri koroner, dan semakin besar pula
kemungkinan bahwa arteri koronaria sinistra atau beberapa arteri koroner
terlibat. Dan yang patut diwaspadai dalam uji stres ini adalah munculnya gejala
dan menurunnya tekanan darah yang merupakan uji stres ini harus dihentikan
karena berbahaya buat pasien.
Tapi
jika hasil uji stres menyatakan negatif pada seseorang bukan berarti seseorang
tersebut bebas dari penyakit arteri koroner. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan adanya kelainan atau penyakit di arteri koroner.
Berikut
beberapa indikasi dilakukannya uji stres atau uji toleransi latihan fisik:
1. Seseorang
yang sering mengeluh nyeri dada akan tetapi memiliki hasil EKG atau rekam
jantung yang normal.
2. Evaluasi
pasien yang baru mengalami serangan (infark) untuk menilai prognosisnya dan
untuk keperluan uji invasif lebih lanjut, seperti pemasangan kateterisasi
jantung
3. Evaluasi
umum individu yang berusia di atas 40 tahun dengan faktor resiko penyakit
arteri koroner.
Sedangkan
seseorang yang dikontraindikasi pemeriksaan uji stres atau uji toleransi
latihan fisik, yaitu: setiap penyakit sistemik akut, stenosis aorta berat,
gagal jantung kongestif (CHF) yang tidak terkontrol, hipertensi berat, angina (nyeri
dada) pada saat istirahat, dan adanya aritmia (irama jantung yang tidak
teratur) yang signifikan.
0 Response to "Mengenal Uji Toleransi Latihan Fisik Atau Uji Stres Pada Pemeriksaan Jantung"
Posting Komentar